Minggu, 21 Januari 2018

Pegawai kontrak korban PHK akan mengadu Presiden

Sahabat pembaca Info PHL 2018, sudah tahukah anda bahwa para pegawai kontrak di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terkena pemutusan hubungan kerja beberapa waktu lalu akan mengadu ke Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan aspirasi dan kondisi yang dialami.

"Kami sudah siapkan surat aduan kepada Pak Presiden, bahkan kami akan kirim beberapa orang untuk ke Jakarta," kata Koordinator Forum Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) korban PHK massal Bantul Raras Rahmawatiningsih di Bantul, Minggu.

Menurut dia, langkah akan mengadukan ke Presiden itu ditempuh karena sudah beberapa kali melakukan aksi dan mengadu ke anggota DPRD Bantul sebagai bentuk protes atas kebijakan PHK kepada para PPPK tidak ada tindaklanjutnya.

Pihaknya menyampaikan protes karena para PPPK yang mendapatkan hasil TMS (tidak memenuhi syarat) usai psikotes pada 11-15 Desember 2017 yang artinya dinonaktifkan itu dianggap para PPPK korban PHK tidak adil, karena merasa tidak punya kesalahan.

Oleh sebab itu, kata dia, pihaknya berharap bisa bekerja lagi karena semua PPPK korban PHK mempunyai keluarga yang menjadi tanggungan, selain itu juga tidak mempunyai kesalahan dalam bekerja selama belasan tahun mengabdi.

"Jika hanya berdasarkan psikotes atau karena bukan orang-orangnya Bupati untuk dasar rekomendasi pemberhentian kami, tentu kami akan berjuang untuk bisa bekerja kembali, bahkan sampai dengan penyampaian aspirasi kami ke presiden," katanya.

Sementara itu, menurut dia, dalam perkembangan berita yang ditulis di berbagai media massa, Bupati pernah mengatakan bahwa pemberhentian ratusan PPPK di beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) Bantul yang kelebihan pegawai untuk efsiensi anggaran.

"Jika ini untuk efisiensi anggaran, kenapa PPPK yang dinonaktifkan sekitar 300an orang, tetapi selang beberapa hari kemudian Pemkab Bantul membuka penerimaan pegawai kontrak baru sebanyak 666 orang, apa itu efisiensi?," katanya.

Selanjutnya, terkait dengan pemberhentian para PPPK untuk penataan pagawai, ia mempertanyakan itu karena selama ini para PPPK dalam bekerja tidak punya kesalahan, meski begitu jika ada kesalahan seharusnya ada diklat atau bimbingan yang itu merupakan kewajiban Pemda.

"Pemkab juga menyarankan agar para PPPK yang hasilnya TMS bisa mendaftar lagi di penerimaan pegawai kontrak, tetapi bagaimana kami bisa mendaftar lagi, sedangkan usia kami rata-rata sudah tidak memenuhi persyaratan administrasi lagi," katanya.

Raras yang mantan PPPK di Dinas Perdagangan Bantul ini mengaku banyak efek psikis bagi PPPK yang dinonaktifkan sepihak tanpa pemberitahuan dulu, bahkan sampai ada keluarga PPPK yang syok karena mendapat kabar pemberhentian kerja itu.

"Banyak dampak yang sangat dirasakan dan menekan keluarga karena kebijakan pemberhentian itu," kata Raras yang ditugaskan di staf Dewan Kerajinan Nasional (Dekrasnasda) Bantul selama lebih dari 10 tahun tersebut.

Berita ini bersumber dari Antaranews.

Kamis, 18 Januari 2018

PHL Bantul Minta Dipekerjakan Lagi

Sahabat pembaca Info PHL 2018, sudah tahukah anda bahwa puluhan pegawai harian lepas (PHL) Pemkab Bantul, wadul ke Kepatihan Jumat (12/1). Mereka mengadukan pemberhentian hak kerja (PHK) yang dialami. Kedatangan mereka diterima Sekretaris Provinsi (Sekprov) DIJ Gatot Saptadi dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIJ Agus Supriyanto.

Salah satu PHL Raras Rahmawatiningsih,44, curhat perihal pengabdiannya di Pemkab Bantul selama 12 tahun. Selama itu, dia hanya menerima gaji Rp 1.050.000 per bulan. “Itu pun tanpa jaminan kesehatan. Kami tidak menuntut apapun. Hanya ingin dipekerjakan kembali,” ujarnya dengan air mata berlinang.

Raras tidak mempersoalkan meski menerima upah di bawah UMK Bantul. Baginya, upah yang diterima setiap bulan itu sangat berguna bagi kelangsungan hidup.

Sejak awal, dia tidak pernah mendapat informasi tentang penerimaan tenaga kontrak baru. Namun, hanya berselang sehari setelah di-PHK bersama 329 PHL lainnya, muncul informasi penerimaan tenaga kontrak pada (9/1).”Kalau benar untuk efisiensi, kenapa yang diputus 329, tapi yang diterima mencapai 600,” ujarnya.

Dengan mengadu ke pemerintah provinsi, Raras berharap bisa mendapat secercah harapan, terkait nasibnya yang dari hari ke hari semakin terkatung-katung. Ia mengaku lega, setelah diterima dengan baik oleh pihak Pemprov DIJ.

Di hadapan warga yang mengadu,  Gatot Saptadi meminta waktu satu pekan untuk mencoba merampungkan polemik ini.
Dengan diplomatis Gatot siap menampung segala aspirasi yang sudah disampaikan. “Silakan, nanti perwakilan dari teman-teman untuk menanyakan progresnya,” janji Gatot.

Kepala BKD DIJ siap memberi masukan kepada Pemkab Bantul, untuk menyelesaikan polemik tersebut. Namun terkait dengan prosedur yang dilalukan Pemkab Bantul, Agus enngan memberi komentar.

Sebagai gambaran di Pemrov DIJ, jelasnya, mereka yang sudah mengabdi lama, jadikan PTT (Pegawai Tidak Tetap). Sebab, batas usia mengabdi hingga 55 tahun. Sehingga setiap tahun dilakukan pembaruan surat kontrak.”Kalau masih dibutuhkan tenaganya, diperpanjang sampai 60 tahun tidak masalah,” tuturnya.

Menurut Agus, tidak jadi masalah jika Pemkab Bantul menerapkan sistem serupa. Meskipun hak memlanjutkan maupun memberhentikan ada di tangan pemkab sepenuhnya. “Saya hanya bisa membantu, hak prerogatif tetap di tangan Pemkab Bantul,” jelasnya. 

Berita ini bersumber dari Radar Jogja.